Rabu, 12 Juni 2013

Proposal Penelitian tanaman Rumput Laut



BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Tingkat pertumbuhan ekonomi nasional ditentukan oleh pelaksanaan dan hasil-hasil pembangunan nasional serta kemampuan pemerintah dalam membangkitkan kegairahan dan partisipasi seluruh rakyat dalam melaksanakan pembangunan. Semakin tinggi pertumbuhan perekonomian, semakin besar pula sarana-sarana yang dapat disediakan untuk kepentingan masyarakat.

Sarana yang disediakan mencakup sarana pertanian yang dikembangkan untuk memberdayakan kehidupan masyarakat petani yang ada di pelosok desa. Pelaksanaan pembangunan pertanian yang dilakukan untuk meningkatkan swasembada pangan membutuhkan kerja keras dan kerja sama antara pemerintah dan petani serta masyarakat umumnya yang berhubungan dengan sektor pertanian. Kerja keras dalam arti bahwa semua sumber daya dan perhatian diarahkan pada program kerja guna meraih hasil yang diinginkan.
Salah satu komoditi unggulan sektor pertanian seperti rumput laut telah menjadi salah satu sumber pendapatan bagi masyarakat Sulawesi Tenggara khususnya di Desa Wawoncusu Kecamatan Kapontori Kabupaten Buton saat ini. Rumput laut merupakan komoditi yang potensial  dalam memberikan kontribusi pada pendapatan keluarga petani. Komoditi rumput laut ini telah dibudidayakan di Desa Wawoncusu dengan luas lahan 27 ha dengan 23 orang petani.
Kegiatan usahatani yang dilakukan masyarakat terdiri dari beragam usaha selain bercocok tanam dilakukan juga kegiatan pemasaran hasil usahatani. Hasil usahatani sering dipasarkan secara langsung kepada pedagang pengumpul dengan tingkat harga yang relatif rendah dibandingkan dengan penjualan yang dilakukan oleh petani secara langsung ke pasar.
Budidaya tanaman rumput laut dilakukan masyarakat di Desa Wawoncusu karena wilayah ini sangat cocok ditumbuhi tanaman rumput laut, sehingga usahatani rumput laut menjadi salah satu kegiatan petani yang ada di Desa Wawoncusu, selain itu masyarakat lebih menguasai cara budidaya rumput laut yang bersifat tradisional. Tidaklah heran jika tanaman rumput laut diperhadapkan dengan masalah hama. Kondisi ini menyebabkan masyarakat di Desa Wawoncusu menbutuhkan bantuan pemerintah melalui Dinas Pertanian untuk membantu petani rumput laut dalam mengatasi permasalahan petani rumput laut tersebut dan sekaligus memberikan pemahaman kepada petani guna meningkatkan produksi dan kualitas hasil panen rumput laut.
Di sisi lain petani selalu berusaha untuk meningkatkan hasil produksi rumput laut dengan harapan untuk menjual produksi rumput laut pada tingkat harga yang dapat memberikan keuntungan guna dapat meningkatkan kesejahteraan keluarganya. Adanya kebijakan harga terhadap komoditi rumput laut membuat kegiatan petani selalu berusaha untuk memasarkan komoditi rumput laut kepada pasar secara langsung.
Jika dilihat dari segi perekonomian, pendapatan petani rumput laut di Desa Wawoncusu dapat dikatakan di atas rata-rata. Hal tersebut dapat dilihat dari terpenuhinya kebutuhan sehari-hari mereka hingga dapat membiayai pendidikan anak mereka hingga ke perguruan tinggi.
Dari uraian yang dikemukakan di atas, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian lebih lanjut dengan judul ”Analisis Produksi, Pendapatan dan Pemasaran Rumput laut di Desa Wawoncusu Kecamatan Kapontori Kabupaten Buton”.     
B.    Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian di atas maka yang menjadi rumusan masalah dalam penelitian ini yaitu:
1.     Berapa besar produksi dan pendapatan petani rumput laut di Desa Wawoncusu Kecamatan Kapontori Kabupaten Buton.
2.     Bagaimana pemasaran rumput laut yang ada di Desa Wawoncusu Kecamatan Kapontori Kabupaten Buton.
C.    Tujuan Penelitian
Yang menjadi tujuan dalam penelitian ini yaitu:
1.     Untuk mengetahui berapa besar produksi dan pendapatan petani rumput laut di Desa Wawoncusu Kecamatan Kapontori Kabupaten Buton.
2.     Untuk mengetahui bagaimana pemasaran rumput laut di Desa Wawoncusu Kecamatan Kapontori Kabupaten Buton.
D.    Manfaat Penelitian
Adapun manfaat yang dapat diperoleh dari penelitian ini adalah:
1.     Bagi Pemerintah Kabupaten Buton, dapat memberikan tambahan informasi dalam rangka pembinaan dalam sektor pertanian utamanya para petani rumput laut.
2.     Bagi para petani dapat memberikan informasi dan wawasan serta dapat memberikan masukan agar dapat meningkatkan produksi dan pendapatannya, serta dapat memasarkan hasil pertaniannya secara tepat  di masa yang akan datang.
3.     Bagi peneliti lain dapat dijadikan sebagai bahan referensi dalam melakukan penelitian yang berkaitan dengan penelitian ini.
E.    Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini akan menganalisis produksi dan pendapatan petani serta pemasaran rumput laut di Desa Wawoncusu Kecamatan Kapontori Kabupaten Buton. Dalam penelitian ini hanya mencakup petani yang sudah memasarkan hasil produksinya dalam sekali panen dengan kurun waktu satu tahun.



BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A.    Konsep Petani dan Pertanian
Petani adalah orang yang pekerjaannya bercocok tanam pada tanah pertanian. Definisi petani menurut Anwas (1992 :34) mengemukakan bahwa petani adalah orang yang melakukan cocok tanam dari lahan pertaniannya atau memelihara ternak dengan tujuan untuk memperoleh kehidupan dari kegiatan itu.
Pengertian petani yang dikemukakan tersebut di atas tidak terlepas dari pengertian pertanian. Anwas (1992 :34) mengemukakan bahwa pertanian adalah kegiatan manusia mengusahakan terus dengan maksud memperoleh hasil-hasil tanaman ataupun hasil hewan, tanpa mengakibatkan kerusakan alam.
Bertolak dari pengertian di atas, dapat dikatakan bahwa antara petani dan pertanian tidak dapat dipisahkan antara satu dengan yang lainnya. Oleh karena itu perbedaannya hanya terletak pada obyek saja.
Menurut Slamet (2000 18-19), petani asli adalah petani yang memiliki tanah sendiri, bukan penyakap maupun penyewa. Petani asli misalnya ya, saya punya lahan sendiri,dikerjakan sendiri. Kalau yang palsu kita cuma ketengan. Paling kita beli satu tahun, gitu. Sewa. Soalnya, bukan tanah sendiri. Misalnya itu, sudah satu tahu kan sudah habis. Kalau sudah nggak bisa bayar lagi ya orang lain. Ketika ditanya, jika seseorang yang memiliki tanah tetapi pengelolaannya dikerjakan oleh buruh tani, apakah masih bisa disebut petani asli, pak Slamet mengatakan,”ya bisa, itu namanya petani. Menurutnya, sekecil apapun tanah yang dimiliki seorang petani, dia tetap disebut petani asli jika dia memiliki tanah sendiri. Sebaliknya, meskipun seseorang mampu menguasai tanah luas, tetapi tanah yang dikuasainya itu bukan miliknya sendiri, dia tidak bisa disebut sebagai petani asli, melainkan petani ketengan. Menurutnya, seluas apapun tanah yang dikuasai oleh petani ketengan, dia belum bisa disebut orang kaya. Karena itu, tidak mengherankan jika seorang petani ketengan tidak dapat meningkatkan status sosialnya dalam struktur masyarakat desa bedasarkan penguasaan tanahnya.
Dari uraian pak Slamet, dapat disimpulkan, bahwa yang dimaksud dengan petani asli adalah petani yang memiliki tanah sendiri-bukan penyewa maupun penyakap-terlepas dari apakah tanahnya itu digarap sendiri secara langsung maupun digarap oleh buruh tani.
Istilah petani asli dapat ditafsirkan sebagai konstruksi masyarakat desa paling tidak konstruksinya tentang sosok petani yang”sebenarnya”(the real peasant). Penambahan kata”asli”dalam kata”petani”menunjukkan, bahwa petani yang memiliki tanah sendiri adalah gambaran ideal sosok petani yang hidup dalam konstruksi persepsi masyarakat. Di sini kita tidak bisa mendikotomikan ”asli” dan ”palsu“, melainkan”citra ideal” dan ”kenyataan empiri”. Ideal dalam konteks ini tidak berarti hanya hidup dalam dunia ide dan harapan, karena bisa juga lahir dari sebuah kenyataan yang pernah ada. Itu artinya, persepsi tersebut lahir dari sebuah pandangan historis tentang petani yang pernah dikenal masyarakat di waktu lampau. Dengan kalimat lain, penambahan kata”asli” dalam kata”petani” menandakan bahwa secara historis apa yang disebut petani itu adalah orang yang menggarap dan mengelola tanah miliknya sendiri. Singkatnya, pengertian petani secara genuine adalah orang yang memiliki dan menggarap tanah miliknya sendiri (Slamet, 2000 :20)
Konseptualisasi petani asli menunjukkan, bahwa tanah merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari kehidupan petani. Poin pentingnya bukan hanya terlletak pada soal, bahwa tanah adalah alat produksi utama petani, melainkan bahwa alat produksi itu mutlak dimiliki petani. Implikasinya, petani yang tidak memiliki tanah sendiri tidak dianggap sebagai petani sejati atau asli. Implikasi politisnya, petani mutlak dan mempertahankan dan menjaga hak kepemilikannya atas tanah. Dengan demikian, kita bisa mengatakan bahwa konsep petani asli memiliki kaitan sosial-budaya-politik. (Sadikin M, 2001:31)
Pertanian (agriculture) bukan hanya merupakan aktivitas ekonomi untuk menghasilkan pendapatan bagi petani saja. Lebih dari itu, petani adalah sebuah cara hidup (way of life atau livehood) bagi sebagian besar petani. Oleh karena sektor dan sistem pertanian harus menempatkan subjek petani sebagai pelaku sektor pertanian secara utuh, tidak saja petani sebagai homo economicus, melainkan juga sebagai homo socius dan homo religius.Konsekuensi pandangan ini adalah dikaitkannya unsur-unsur nilai sosial-budaya lokal, yang memuat aturan dan pola hubungan sosial, politik, ekonomi, dan budaya ke dalam kerangka paradigma pembangunan sistem pertanian secara menyeluruh. (Pantjar Simatupang, 2003:14-15)
Konsep pertanian tidak akan menjadi suatu kebenaran umum, karena akan selalu terkait dengan paradigma dan nilai budaya petani lokal, yang memiliki kebenaran umum tersendiri. Oleh karena itu pemikiran sistem agribisnis yang berdasarkan prinsip positivisme sudah saatnya kita pertanyakan kembali. Paradigma pertanian tentu saja sarat dengan sistem nilai, budaya, dan ideologi dari tempat asalnya yang patut kita kaji kesesuaiannya untuk diterapkan di negara kita. Masyarakat petani kita memiliki seperangkat nilai, falsafah, dan pandangan terhadap kehidupan (ideologi) mereka sendiri, yang perlu digali dan dianggap sebagai potensi besar di sektor pertanian. Sementara itu perubahan orientasi dari peningkatan produksi ke orientasi peningkatan pendapatan petani belum cukup jika tanpa dilandasi pada orientasi kesejahteraan petani. Peningkatan pendapatan tanpa diikuti dengan kebijakan struktural pemerintah di dalam pembuatan aturan/hukum, persaingan, distribusi, produksi dan konsumsi yang melindung petani tidak akan mampu mengangkat kesejahteraan petani ke tingkat yang lebih baik. Kisah suramnya nasib petani kita lebih banyak terjadi daripada sekedar contoh keberhasilan perusahaan McDonald dalam memberi”order” kelompok petani di Jawa Barat. Industri gula dan usaha tani tebu serta usaha tani padi  kini”sangat rendah” dengan jumlah dan nilai impor yang makin meningkat. (Moebyarto, 1997:28)
Jika kesejahteraan petani menjadi sasaran pembaruan kebijakan pembangunan pertanian, mengapa kata pertanian kini tidak banyak disebut-sebut? Mengapa Departemen Pertanian rupanya kini lebih banyak mengurus agribusinessdan tidak lagi mengurus agriculture bukan Departement of Agribusiness? Doktor-doktor Ekonomi Pertanian lulusan Amerika tanpa ragu-ragu sering mengatakan bahwa farming is business. Benarkah farming (bertani) adalah bisnis? Jawab atas pertanyaan ini dapat ya (di Amerika) tetapi di Indonesia bisa tidak. Di Indonesia farming ada yang sudah menjadi bisnis seperti usaha PT QSAR di Sukabumi yang kemudian bangkrut, tetapi bisa tetap merupakan kehidupan (livehood) atau mata pencaharian di Indonesia menghidupi puluhan juta petani tanpa menjadi bisnis.
B.    Konsep Usahatani
Kegiatan ekonomi yang dapat menghasilkan barang dan jasa disebut berproduksi, begitu pula dalam kegiatan usahatani yang meliputi sub sektor kegiatan ekonomi pertanian tanaman pangan, perkebunan tanaman karas, perikanan dan peternakan adalah merupakan usahatani yang menghasilkan produksi. Untuk lebih menjelaskan pengertian usahatani dapat diikuti dari definisi yang dikemukakan oleh Moebyarto (1997:41) yaitu usahatani adalah himpunan ssumber-sumber alam yang terdapat pada sektor pertanian itu diperlukan untuk produksi pertanian, tanah dan air, perbaikan-perbaikan yang telah dilakukan di atas tanah dan sebagainya, atau dapat dikatakan bahwa pemanfaatan tanah untuk kebutuhan hidup.
Pengrtian di atas dapat dijelaskan bahwa pada mulanya usahatani bertujuan untuk memenuhi kebutuhan keluarga petani, segala jenis tanaman dicoba, dibudidayakan. Segala jenis ternak dicoba, dipopulasikan, sehingga ditemukan jenis yang cocok dengan kondisi alam setempat, kemudian disesuaikan dengan prasarana yang harus disiapkan guna menunjang keberhasilan produk usahatani.
Menurut Mosher (1995:38) mengemukakan usahatani adalah bagian permukaan bumi dimana seorang petani dan keluarganya atau badan hukum lainnya bercocok tanam atau memelihara ternak.
Menurut Soekartawi (1996:39) mendefinisikan usahatani sebagai ilmu yang mempelajari bagaimana seseorang mengalokasikan sumberdaya yang ada secara afektif dan efisien untuk tujuan memperoleh keuntungan yang tinggi pada waktu tertentu.
Moebyarto (1997:41) mengemukakan bahwa usahatani adalah himpunan sumber-sumber alam yang terdapat di tempat itu yang dilakukan untuk produksi pertanian. Jadi usahatani yang sesungguhnya tidak sekedar hanya terbatas pada pengambilan hasil, melainkan benar-benar usaha produksi, sehingga di sini berlangsung pendayagunaan tanah, investasi, tenaga kerja dan manajemen. Tingkat keberhasilan dalam pengelolaan usahatani sangat ditentukan oleh keempat faktor di atas.
Menurut Soekartawi (1996:24) menyatakan bahwa berhasil di dalam suatu kegiatan usahatani tergantung pada pengelolaannya karena walaupun ketiga faktor yang lain tersedia, tetapi tidak adanya manajemen yang baik, maka penggunaan dari faktor-faktor produksi yang lain tidak akan memperoleh hasi yang optimal.
Bagi seorang petani, analisa pendapatan merupakan ukuran keberhasilan dari suatu usahatani yang dikelola dan pendapatan ini digunakan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari dan bahkan dapat dijadikan sebagai modal untuk memperluas usahataninya. Hal ini sejalan dengan pernyataan Patong (1995:14) bahwa bentuk jumlah pendapatan mempunyai fungsi yang sama yaitu memenuhi kebutuhan sehari-hari dan memberikan kepuasan kepada petani agar dapat melanjutkan usahanya.
Lebih lanjut dikatakan oleh Hernanto (1993:50) bahwa besarnya pendapatan petani dan usahatani dapat menggambarkan kemajuan ekonomi usahatani dan besarnya tingkat pendapatan ini juga digunakan untuk membandingkan keberhasilan petani yang satu dengan petani yang lainnya.
Soeharjo dan Patong (1994:16) menyatakan bahwa analisis pendapatan usahatani memerlukan dua hitungan pokok, yaitu keadaan penerimaan dan keadaan pengeluaran selama jangka waktu yang ditetapkan. Penerimaan usahatani berwujud tiga hal, yaitu:
1.     Hasil penjualan tanaman, ternak, dan hasil ternak
2.     Produksi yang dikonsumsikan keluarga
3.     Kenaikan nilai industri
C.    Konsep Pendapatan
Pendapatan atau perolehan merupakan suatu kesempatan mendapatkan hasil dari setiap usaha yang dilakukan, baik secara langsung maupun tidak langsung. Pendapatan secara langsung diterima oleh setiap orang yang berhubungan langsung dengan pekerjaan, sedangkan pendapatan tidak langsung merupakan tingkat pendapatan yang diterima melalui perantara (Bambang, S. 1994:121)
Kriteria pendapatan yang ditetapkan dalam seminar pendapan nasional dan salah satu pokok adalah batasan tingkat pendapatan untuk tingkat pendapatan untuk kriteria pendapatan rendah sedang dan tinggi sebagai berikut :
(Muchdarsyah Sinungan, 2003: 16 )
1.      Kriteria untuk pendapatan rendah
a.      Penduduk yang pendapatan rendah yaitu Rp. 1. 000.000-Rp. 10. 000.000. pertahun atau rata-rata Rp. 750. 000 perkapita perbulan.
b.      Tidak memiliki pekrjaan tetap
c.      Tiadak memiliki tempat tinggal tetep (Sewa)
d.     Tingkat pendidikan yang tebatas
2.      Kriteria untuk pendapatan sedang
a.      Penduduk yang berpendapatan sedang yaitu Rp. 10. 000.000-Rp. 25.000.000 Rp. 1.250. 000.000 perkapita perbulan.
b.      Memiliki pekerjaan tetep
c.      Memiliki tepat tinggal yang sederhana.
d.     Memiliki tingkat pendidikan.
3.      Kriteria untuk pendapatan tinggi
a.      Penduduk bependapatan tinggi yaitu Rp. 25. 000.000 Rp. 50. 000.000 atau rata-rata Rp2.083.333 perkapita perbulan.
b.      Memiliki lahan dan lapangan kerja.
c.      Memiliki temapat tinggal tetap.
d.     Memiliki tingkat pendidikan
Menurut Boediono (1992:32) mengemukakan bahwa hasil pendapatan dari seorang warga masyrakat  adalah hasil penjualan dari faktor-faktor yang dimiliki kepada faktor produksi. Jadi pendapatan adalah hasil penjualan faktor produksi atau aset yang dimilikinya.
Dalam pengertian sederhana dapat di artikan sebagai modal penerimaan produksi setelah dikurangi dengan biayah. Balas jasa diterima sebagai jumlah faktor produksi yang di hitung untuk jangka waktu tertentu. Disamping itu jumlah pendaatan mempunyai fungsi untuk memenuhi keperluan sehari-hari dan memberikan kepuasan kepada petani agar dapat melanjutkan produksinya.
Selanjutnya pendapatan usahahatani dikenalpula istilah pendapatan kotor (gross farm income). Pendapatan kotor usahatani adalah nilai produk usahatani dalam jangka waktu tertentu baik yang di jual maupun yang tidak di jual.
Soekartawi, (1996:82) oleh karena itu pendapatan usahatani adalah mencangkup semua hasil produksi. Pengertian pendapatan tersebut diatas dapat disimpulkan bahwa pendapatan adalah nilai perolehan yang diterima pekerja secara langsung sebai imbalan atas jasa dalam menyelesaikan suatu pekerjaan.
D.    Pentingnya Peningkatan Pendapatan
Untuk mengetahui makna atau pentingnya peningkatan pendapatan, kita perlu mengetahui apa sebenarnya kegunaan pendapatan. Secara garis besar pendapatan mempunyai kegunaan sebagai sumber pengeluaran konsumsi dan sebagai alat untuk memperbaiki taraf hidup atau meningkatkan kesejahteraan seseorang.
a.      Pendapatan sebagai sumber pengeluaran konsumsi
Dalam perekonomian yang sederhana, pendapatan seorang warga masyarakat pertama-tama akan dipergunakan sebagai pengeluaran konsumsi, dan selebihnya ditabung. Hal ini sesuai dengan penjelasan Budiyono ( 1992:64) bahwa dari segi kegunaannya, pendapatan seseorang dipergunakan untuk pengeluaran konsumsi, sedangkan selebihnya adalah merupakan tabungan ( saving).
b.     Peningkatan pendapatan sebagai usaha perbaikan taraf hidup dan peningkatan kesejahteraan.
Menurut Poerwadarminta (1986:376) taraf hidup adalah tingkat kesejahteraan sedangkan kesejahteraan berarti kemakmuran dan kesenangan hidup karena serba cukup (mewah, tidak kekurangan).
E.    Prinsip Biaya Dalam Usahatani
Prinsip-prinsip biaya dalam usahatani perlu diperhatikan dengan tujuan menetapkan alternatif tentang pengeluaran biaya yang bagaimana dapat memberikan keuntungan.
Prinsip-prinsip biaya tersebut anara lain :
a.      Prisip biaya perimbangan (principle of oportuniti cost )
b.      Prinsip keuntungan komperatif ( priciple of comperatife advantage )
c.      Prinsip kenaikan hasil yang berkurang ( principle of diminishingreturn )
d.     Prinsip kombinasi usaha (principle of combining enterprises )
Dalam pengembangan usahatani secara umum tidak terlepas dari persoalan biaya, sehingga seorang petani bila ingin memperoleh keuntungan yang sesuai, maka diperlukan suatu perencanaan yang matang dalam pengambilan keputusan untuk memilih usahatani yang cocok dan sesuai usaha tani.
Kartasapoerta (1988:65) menempatkan biaya sebagai tempat yang penting dalam berproduksi sehinga tersedianya sejumlah biaya benar-benar harus diperhitungkan sedemikian rupa agar produksi dapat berlangsung dengan baik dan benar, karena biaya sangat berkaitan erat dengan produksi dan selalu muncul dalam setiap kegiatan ekonomi.
Menurut Soeharjo dan Patong ( 1984:17 ) mengatakan bahwa biaya mempunyai peranan penting dalam pengambilan keputusan pada kegiatan usahatani. Besarnya biaya usahatani yang dikeluarkan untuk memproduksi  sangat ditentukan oleh besaran biaya pokok dari produksi yang dihasilkan. Pengeluaran usahatani secara umum meliputi biaya umum dan biaya variabel. Menurut Soekartawi ( 1990 :76 ) mengemukakan bahwa biaya tetap meliputi pajak dan sewa tanah, sedangkan yang temasuk biaya variabel seperti pembelian pupuk, obat- obatan dan upah tenaga kerja. Biaya produksi merupakan biaya- biaya yang terjadi untuk mengelolah bahan baku menjadi produk jadi yang siap dijual. Contohnya adalah biaya depresiasi mesin dan ekuipmen, biaya bahan baku, biaya bahan penolong, biaya gaji kariawan yang bekerja dalam bagian-bagian, baik yang langsung maupun yang tidak langsung berhubungan dengan proses produksi. Mulyadi (1993:14 )
Penggolongan biaya menurut hubungan biaya dengan sesuatu yang dibiayai, biaya dapat di kelompokan biaya langsung dan biaya tidak langsung. Biaya langsung adalah biaya yang terjadi, yang menyebabkan satu-satunya adalah karena adanya satu yang dibiayai. Sedangkan biaya  tidak langsung adalah biaya yang terjadi tidak hanya di sebabkan oleh sesuatu yang dibiayai. Mulyadi (1993:15 )
Penggolongan biaya menurut perilaku dalam hubunganya dengan perubahan volume perubahan volume kegiatan, biya dapat dikelompokan menjadi :
a.      Biaya varibel yaitu biaya yang jumlah totalnya berubah sebanding dengan volume kegiatan.
b.      Biaya semi varibel, yaitu biaya yang berubah tidak sebanding dengan perubahan volume kegiatan.
c.      Biaya semifized, yaitu biayah tetap  untuk tingkat volume kegiatan tertentu dan berubah denga jumlah yang konstan pada volume produksi tertentu.
d.     Biaya tetap,yaitu biaya yang jumlah totalnya tetap dalam kisaran volume kegiatan tertentu.
F.     Konsep Produksi
Penelitian ini berkaitan dengan konsep produksi yang menujukan besarnya tingkat produksi rumput laut yang diperoleh petani, oleh karena itu konsep produksi dijelaskan untuk memberikan  definisi tentang produksi menurut para pakar ekonomi. Secara umum produksi diartikan sebagai aktivitas untuk menciptakan barang  dan jasa untuk memenuhi kebutuhan manusia. Jadi produksi adalah aktivitas yang menciptakan atau menambahkan utility suatu barang dan jasa untuk memenuhi kebutuhan manusia.
Sofyan Assauri (1993:54 ) mengemukakan bahwa produksi adalah kegiatan mencitakan atau menambah kegunaan (utility)sesuatu barang atau menambah kegunaan (utility) sesuatu barang atau jasa dengan mengunakan sumber- sumber (tenaga kerja,mesin,bahan-bahan, dan modal) yang ada.
Sedangkan Wasis (1992:40) menjelaskan bahwa roduksi adalah merubah bahan atau komponen (produksi) menjadi barang jadi. I Gusti Ngurah (1994:19 )mengemukakan bahwa produksi adalah sebagai hasil proses aktivitas ekonomi dengan manfaat sumberdaya yang tersedia serta memiliki potensi sebagai faktor produksi.
Hermanto (1994:32) mengemukakan bahwa produksi adalah suatu proses untuk memenuhi kebutuhan untuk penyelengaran jasa-jasa lain yang dapat memenuhi kebutuhan manusia. Oleh karena itu produksi merupakan tindakan manusia. Oleh karena itu produksi merupakan tindakan manusia untuk menciptakan atau menambah nizlai guna barang sesuai dengan yang dikehendaki.
Menurut Mubyarto (1996 :25) menyatakan bahwa produksi petani adalah hasil yang diperoleh sebagai akibat bekerjanya faktor produksi tanah, modal, tenaga kerja simultan.
Dalam melakukan usahatani, seorang pengusaha atau seorang petani akan selalu baerfikir untuk mengalokasikan input seefisien mungkin untuk memproduksi yang maksimal. Cara berfikir yang demikian adalah wajar, mengingat petani melkukan konsep bagaimana memaksimumkan keuntungan. Dalam ilmu ekonomi cara berfikir demikian sering disebut dengan pendekatan maksimumkan keuntungan atau profit mazimition. Dalam kaitan itu Kartasapoerta (1988:43) mengemukakan bahwa  produksi merupakanhasil yang diperole yang berkaitan dengan proses berlangsungnya proses produksi. Kuantitas dan kualitas hasil (output ) tersebut tergantung pada keadaan input yang telah diberikan. Jadi antara input dan output terdapat kaitan yang jelas.
Dalam bidang pertanian istilah yang dimaksud yaitu hasil pekerjaan beberapa faktor produksi secara sekaligus. Moebyarto. (1996:30) oleh karena itu faktor-faktor ekonomi yang berpengaruh terhadap produksi khususnya lahan, dan modal, tingkat kesuburan, dan faktor-faktor lain yang melekat dalam faktor lahan itu sendiri.
Soekartawi dan Patong (1984: 78 ) mengemukakan bahwa dalam menghitung produksi usahatani biasanya dibedakan antara konsep produksi per unit usahatani ( cabang usahatani ) oleh produksi total uasaha tani adalah kualitas hasil yang dipergunakan di suatu jenis usahatani selama periode tertentu.
G.   Pengertian Pemasaran
Menurut Philip Khotler (1996) mengemukakan bahwa”Marketing is a social and managerial process by which individuals and groups obtain what they med and want throught creating offering and exacahnging produtcts of value which other”.
Pemasaran adalah suatu proses sosial dan manejerial yang didalamnya individu dan kelompok mendapatkan apa yang mereka butuhkan dengan menciptakan, menawarkan dan mempertahankan produk yang bernilai dengan produk yang lain.
Definisi pemasaran ini berdasarkan pada konsep inti yaitu kebutuhan (needs), keinginan (wants), dan permintaan (demands), produk (barang, jasa dan gagasan) nilai biaya, kepuasan, petukaran dan transaksi, hubungan dan jaringan pasar, serta pemasaran dan prospek.
Kemudian Basu Swastha (1999) mendefinisikan pemasaran sebagai sistem keseluruhan dari kegiatan usaha yang ditujukan untuk merencanakan, menentukan harga, mempromosikan, dan mendistribusikan barang dan jasa yang dapat menawarkan kebutuhan kepada pembeli yang ada maupun  maupun pembeli potensial.
Dari kedua pengertian di atas dapat kita simpulkan bahwa pemasaran merupakan keseluruhan sistem dari kegiatan-kegiatan bisnis yang dinamis dan terintegrasi yang di tunjukan untuk merencanakan, menentukan harga merupakan sistem dan mendistribusikan produk-produk yang dapat memuaskan keinginan pasar dalam langkah mencapai tujuan organisasi.
2.1.8  Pengertian Saluran Pemasaran Dan Jenis-Jenis Saluran Pemasaran
Pemasaran hasil pertanian merupakan suatu kegiatan yang bertujuan untuk meningkatkan dan mengembangkan kegiatan pemasaran suatu produk, kita harus mempertimbangkan saluran pemasaran yang dapat dipakai untuk menyalurkan produk dari produsen ke konsumen. Menurut Philip Khotler (1996) mengemukakan bahwa saluran pemasaran adalah serangkaian organisasi yang saling tergantung dan terlibat dalam proses menjadikan suatu produk atau jasa siap untuk digunakan atau di konsumsi.
Sedangkan menurut Basu Swastha (1999) saluran pemasaran adalah saluran yang digunakan oleh produsen untuk menyalurkan barang tersebut dari produsen sampai kekonsumen atau pemakai industry.
Dari pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa saluran pemasaran adalah serangkaian organisasi yang saling tergantung dalam rangka proses penyaluran barang dari produsen kepada konsumen.
suatu barang dapat berpindah melalui beberapa tangan sejak dari produsen sampai kepada konsumen. Ada beberapa saluran distribusi yang dapat digunakan untuk menyalurkan barang-barang yang ada.
Jenis saluran distribusi dapat diklasifikasikan sebagai berikut :
a.     Saluran distribusi langsung, Saluran ini merupakan saluran distribusi yang paling sederhana dan paling rendah yakni saluran distribusi dari produsen ke konsumen tanpa amenggunakan perantara. Disni produsen dapat menjual barangnya melalui pos atau mendangi langsung rumah konsumen, saluran ini bisa juga diberi istilah saluran nol tingkat (zero stage chanel).
b.    Saluran disrtibusi yang menggunakan satu perantara yakni melibatkan produsen dan pengecer. Disini pengecer besar langsung membeli barang kepada produsen, kemudian menjualnya langsung kepada konsumen. Saluran ini biasa disebut dengan saluran satu tingkat (one stage chanel).
c.     Saluran distribusi yang menggunakan dua kelompok pedagang besar dan pengecer, saluran distrinusi ini merupakan saluran yang banyak dipakai oleh produsen. Disini produsen hanya melayani penjualan dalam jumlah besar kepada pedagang besar saja, tidak menjual kepada pengecer pembelian oleh pengecer dilayani oleh pedagang besar dan pembelian oleh konsumen hanya dilayani oleh pengecer saja. Saluran distribusi semacam ini disebut juga saluran distribusi dua tingkat (two stage chanel).
d.    Saluran distribusi yang menggunakan tiga pedagang perantara. Dalam hal ini produsen memilih agen sebagai perantara untuk menyalurkan barangnya kepada pedagang besar yang kemudian menjualnya kepada took-toko kecil. Saluran distribusi seperti ini dikenal juga dengan istilah saluran distribusi tiga tingkat (three stage chanel), Philip Kotler (1996).
2.1.9  Beberapa Fungsi Dalam Proses Pemasaran Hasil Pertanian
Dalam proses pemasaran, hasil pertanian ada beberapa fungsi yang harus ditampung oleh pihak produsen dan elemen-elemen terlibat dalam penyaluran yang seringkali funsi-fungsi ini menimbulkan masalah yang harus diperlukan oleh produsen maupun elemen-elemen yang terlibat dalam rantai pemesaran. Fungsi-fungsi tersebut terdiri dari :
a.       Pembelian dan pengumpulan ini merupakan fungsi ysng bersangkutan dengan pemendihan atau memiliki sejumlah barang yang dimaksudkan sebagai persedian produksi atau untuk mencukupi kebutuhan. Dalam menganalisa pembelian ini ada beberapa tindakan yang harus diperhatikan yaitu penatapan kebutuhan, pencarian sumber kebutuhan, perundingan harga dan transaksi resmi.
b.      Penjualan dan penyebaran ini merupakan kegiatan untuk mencari dan mengusahakan agar barang-barang yang telah diproduksi atau dimiliki dapat dipasarkan secara menguntungkan.
c.       Pengangkutan dan transportasi, merupakan suatu fungsi yang berarti memindahkan suatu produk dari sumber penghasilanya ke pasar atau konsumen pada waktu tertentu yang tepat disesuaikan dengan kebutuhan dan kepentingan pasar atau konsumen. Jadi transportasi menciptakan kegunaan tempat dan kegunaan waktu.
d.      Menyimpan produk (storage), fungsi ini merupakan fungsi yang hampir ditemukan pada setiap lembaga pemasaran, ini merupakan suatu pengumpulan sementara produk sebelum dipasarkan.
e.       Pengolahan produk, dalam tataniaga pemasaran disini bukan pengolahan bentuk, ukuran luar dan sebagainya, tetapi berupa penyortiran produk-produk tersebut.
f.       Pendanaan atau pembiayaan (financing), yaitu penyediaan sejumlah uang guna suatu transaksi jual beli produk.
g.      Resiko, merupakan fungsi yang bersangkutan dengan kerugian yang timbul akibat kurang matangnya pertimbangan dalam pembuatan rencana.
h.      Keterangan pasar, yaitu fungsi pencarian informasi tentang pasar yang diperlukan untuk penyusunan kebijakan pemasaran produk, Mubyarto (1997)
2.1.10  Pengertian Margin Pemasaran dan Faktor Yang Mempengaruhi
Mergin pemasaran merupakan perbedaan antara harga yang diterima oleh petani produsen dengan harga yang harus dibayarkan oleh konsumen akhir. Besar kecilnya perbedaan harga ditingkat konsumen akhir akan dipengaruhi oleh:banyak lembaga pemasaran yang ikut dalam proses pemasaran, panjang atau pendeknya saluran yang dilalui dan jarak pasar, Nurlan F (1986).
Menurut Khol dan Uhl dalam Astin Akitasan (2004) mendefinisikan marjin pemasaran merupakan rasio antara nilai tambah yang diperoleh pelaku pemasaran tertentu dan harga yang dibayarkan oleh konsumen.
Sementara itu  Downey dan Trocke (1981) margin pemasaran adalah perbedaan antara harga penjualan produk pada dua tahapan yang berurutan dalam saluran distribusi pemasaran produk yang bersangkutan.
Berdasarkan beberapa pengertian diatas, dapat disimpulkan bahwa margin pemasaran merupakan perbedaan atau selisih antara harga penjualan yang diterima setiap lembaga pemasaran pada dua tahapan yang berurutan dalam saluran pemasaran mulai dari produsen sampai kepada konsumen akhir.
Ada beberapa  faktor yang mempengaruhi besarnya kecilnya margin tata pemasaran antara lain banyaknya lembaga yang terlibat dalam proses pemasaran produk tersebut, atau panjang produk yang dilalui untuk mencapai pasar.
Menurut Rashit dan Caudry dalam Basirun dkk (1991) mengumumkan bahwa ada dua unsur yang mempengaruhi margin pemasaran , yaitu:1) biaya yang dikeluarkan untuk menjalankan fungsi tata niaga seperti mengumpulan, pengolahan, penyimpanan, pengepakan, pengangkutan dan lain-lain, 2) besar keuntungan dari pasar-pasar perantara atau keuntungan pedagang perantara. Selanjutnya Buse dan Brandow dalam Basirun dkk (1991) telah melakukan penelitian tentang hubungan antara volume, biaya dan harga terdapat margin dengan menggunakan ordinary square regrestion. Dimana dari hasil ketiga variable yang diteliti memperlihatkan pengaruh yang signifikan terhadap margin tata niaga pemasaran.
2.2.   Kajian Empirik
Penelitian terdahulu yang relevan dengan penelitian ini adalah penelitian yang dilakukan oleh Wa Ode Astuti (2006) dengan judul”Analisis Pemasaran Rumput Laut Di Kecamatan Kulisusu Kabupaten Muna”. Dengan menggunakan analalisis marjin pemasaran. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa marjin pemasaran rumput laut di kecamatan kulisusu kabupaten muna sangat besar.
Penelitian lain yang dilakukan oleh Yusri (2007) dengan  judul”Studi Pendapatan Kakao Kecamatan Mowewe Kabupaten Kolaka”. Dengan  menggunakan analisis π = TR –TC dimana π adalah Pendapatan Bersih, TR= Total Revenue (Pendapatan Kotor), TC= Total Cost (Totaol Biaya). Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa tingkat pendapatan bersih yang diperoleh petani kakao sesuai kriteria yang ditetapkan BPS, tergolong masyarakat berpendapatan tinggi.
2.3.   Kerangka Pemikiran
Berdasarkan kajian teoritis di atas, maka kerangka pikir yang mendasari penelitian ini adalah bahwa budidaya rumput laut yang dilakukan petani rumput laut di Desa Wawoncusu Kecamatan Kapontori Kabupaten Buton dimaksudkan untuk memperoleh produksi, pendapatan dan menjelaskan pemasaran.
Dimana ketiga (produksi, pendapatan dan pemasaran) variable diatas akan dianalisis menggunakan alat analisis deskptif untuk menjawab permasalahan yang dikemukakan sehingga dapat memberikan kesimpulan dan rekomendasi peningkatan  pendapatan untuk kesejateraan petani rumput laut di Desa Wawoncusu Kecamatan Kapontori Kabupaten Buton. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada skema kerangka pikir penelitian di bawah ini:
Petani rumput laut di Desa Wawoncusu Kecamatan Kapontori Kabupaten Muna
Produksi
pemasaran
Pendapatan
Analisis
Hasil dan pembahasan
Kesimpulan dan Rekomendasi peningkatan Pendapatan
 















Gambar 2.1 Skema Kerangka Pikir Penelitian

2.4.   Hipotesis
Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka penelitian ini merumuskan hipotesisi sebagai berikut:
1.      Diduga bahwa produksi dan pendapatan petani rumput laut di Desa Wawoncusu Kecamatan Kapontori Kabupaten Buton relatif besar.
2.      Diduga bahwa pemasaran rumput laut yang ada di Desa Wawoncusu Kecamatan Kapontori Kabupaten Buton menggunakan saluran distribusi langsung dan saluran distribusi satu tingkat.


BAB III
METODE PENELITIAN

A.    Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini akan dilaksanakan di Desa Wawoncusu Kecamatan Kapontori Kabupaten Buton pada tahun 2012.
B.    Rancangan Penelitian
Sesuai dengan penelitian yaitu analisis produksi dan pendapatan petani rumput laut di Desa Wawoncusu Kecamatan Kapontori Kabupaten Buton, maka penelitian ini merupakan penelitian deskriptif yaitu penelitian yang menggambarkan tingkat produksi, pendapatan petani dan pemasarannya.
C.    Populasi dan Sampel Serta Teknik Pengambilan Sampel
Populasi dalam penelitian ini adalah adalah seluruh petani rumput laut yang ada di Desa Wawoncusu yang berjumlah 23 orang. Karena jumlah populasi yang terbilang sedikit maka pengambilan sampel dalam penelitian ini dilakukan secara sensus yakni seluruh jumlah petani rumput laut yaitu 23 orang dijadikan sebagai sampel.
D.    Jenis dan Sumber Data
Jenis data yang dipergunakan dalam penelitian ini yaitu :
1.     Data primer adalah data yang diperoleh langsung dari responden yaitu   petani rumput laut di Desa Wawoncusu. Data-data tersebut adalah :
a.      Luas lahan
b.      Jumlah produksi
c.      Harga jual
d.     pemasaran
e.      Biaya-biaya
2.   Data sekunder adalah data yang diperoleh dari instansi terkait baik pemerintah, seperti BPS, kantor kecamatan, kelurahan maupun swasta yang diharapkan dapat mendukung pelaksanaan penelitian ini seperti data batas wilayah dan luas wilayah.
E.    Variabel dan Definisi Operasional Variabel
1.     Harga yang dimaksud adalah nilai jual produk rumput laut yang digunakan oleh petani dalam pemasaran rumput laut, diukur dengan satuan rupiah.
2.     Komoditi yang dimaksud adalah hasil produksi tanaman rumput laut yang menjadi salah satu sumber pendapatan bagi petani,diukur dengan satuan buah.
3.     Biaya dimaksud adalah pengeluaran petani yang dikeluarkan untuk kegiatan usahatani dan kegiatan pemasaran rumput laut yang dihitung dalam satuan rupiah.
4.     Pendapatan dimaksud adalah pendapatan kotor yang dikurangi dengan biaya produksi yang dikeluarkan petani ditambah biaya pemasaran dari petani tersebut, dihitung dengan satuan rupiah.
5.     Petani dimaksud adalah masyarakat tani yang melakukan kegiatan usahatani rumput laut di Desa Wawoncusu Kecamatan Kapontori Kabupaten Buton, dalam satuan orang.
6.     pemasaran adalah Saluran distribusi langsung dari produsen ke konsumen dan saluran satu tingkat dari pengecer besar langsung membeli barang kepada produsen, kemudian menjualnya langsung kepada konsumen .
F.     Analisis Data
Metode yang digunakan untuk menganalisis data dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
1.      Metode analisis deskriptif yaitu metode analisis untuk mengetahui pendapatan petani rumput laut di Desa Wawoncusu, data yang telah dikumpulkan akan dianalisis dengan menggunakan analisis pendapatan dengan rumus :
Π   =  TR-TC
Dimana :
Π   =   Keuntungan yang diperoleh petani rumput laut (pendapatan bersih)
TR =   Total harga jual yang diterima petani rumput laut (pendapatan kotor)
TC =   Total biaya yang dikeluarkan dalam kegiatan bertani dan pemasaran
2.      Metode analisis deskriptif kualitatif yaitu metode analisis dimana data yang diperoleh selanjutnya diolah dan dianalisis untuk ditarik suatu kesimpulan.

DAFTAR PUSTAKA

Astin Akitasan,  2004, Margin Pemasaran, LP3ES-UI-Jakarta.

Anwas Adiwilaga, 1992, Pengantar Ilmu Pertanian, Rineke Cipta, Jakarta.

Bambang, S. 1994, Analisis Laporan Keuangan , LP3ES-Jakarta.

Basirun dkk, 1991, Analisis Pemasaran, Bumi Aksara, Jakarta.

Basu Swastha, 1999, Jenis-Jenis Pemasaran , Intimedia, Jakarta.

Boediono, 1992, Pengantar Ekonomi Makro, BPFE-UGM, Yogyakarta.

Downey dan Trocke, 1981, Teori Marketing, , Bina Aksara, Jakarta.

Gugun Kismono, 2002, Sosiologi Kemasyarakatan, Percetakan Nasional, Jakarta.

Hermanto, 1995, Pengelolaan Hasil-hasil Pertanian, Intimedia, Jakarta.

Hernanto, 1993, Teori Ekonomi, Bina Aksara, Jakarta.

I Gusti Ngurah, 1994, Teori Ekonomi Makro dan Pembangunan Pertanian, BPFE-UGM, Yogyakarta.

Kamaluddin, 2001, Perilaku Keluarga dalam Organisasi, Gramedia, Jakarta.

Kartasapoetra, 1988, Konsep Biaya, Bina Aksara, Jakarta.

Moebyarto, 1997, Pengantar Ilmu Pertanian, LP3ES-UGM, Yogyakarta.

Mosher, 1995, Pertanian (Agrikultur) Cetakan Kelima, Bina Aksara, Jakarta.

Muchdarsyah Sinungan, 2003, Produktivitas dan Pendapatan Masyarakat, Bumi Aksara, Jakarta.

Mulyadi, 1993, Teori Biaya dan Produksi, LP3ES-UI-Jakarta.

Nurlan F, 1986, Indicator Keberhasilan Dalam Pemasaran. , UI-Press, Jakarta.

Pantjar Simatupang, 2003, Petani dan Permasalahan Petani, Rajawali Press, Jakarta.

Patong, 1995, Perencanaan Usahatani, Pustaka Presindo, Jakarta.
Philip Khotler , 1996, Manejemen Marketing, Cetakan Kelima, Bina Aksara, Jakarta.

 Poerwadarminta, 1986, Kesejateraan Dan Kemakmuran Kelima, Bina Aksara, Jakarta.

Sadikin M., 2001, Pengembangan Sektor Pertanian (Penanganan Komoditi Unggul), UGM Press, Jakarta.

Siagian, 1992, Pembangunan Ekonomi Masyarakat Indonesia, Bina Aksara, Jakarta.

Simanjuntak, 1999, Kesejahteraan dan Kesempatan Kerja di Indonesia, Jakarta Press, Jakarta.

Slamet, 2000, Agrikultur, LPN-IPB-Bogor.

Soeharjo dan Potang, 1994, Ekonomi Pertanian Indonesia, Angkasa, Bandung.

Soekartawi dan Potang, 1984, Usahatani Untuk Penelitian dan Pengembangan Usaha Kecil, UI-Press, Jakarta.

Soekartawi, 1996, Manajemen Usahatani, Universitas Indonesia Press, Jakarta.

Sofyan Assauri, 1993, Pemasaran Hasil-Hasil Pertanian, Rineka Cipta, Jakarta.

Supanto J, 1997, Statistik Pendapatan Nasional dan Aplikasi Pembangunan, Ghalia Indonesia, Jakarta.

Wasis, 1992, Pembangunan Ekonomi, Salemba Empat, Jakarta.

2 komentar: